Selasa, 29 Desember 2015

makalah ilmu kalam faham qodariyah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Timbulnya qodariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayah yang dianggapnya kejam. Apabila firqoh jabariyah berpendapat bahwa khalifah bani umayah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah Swt. Demikian dan hal ini berarti merupakan topeng kekejamannya, maka firqoh qodariyah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau allah Swt. Itu adil, maka allah swt akan menghukum orang yang bersalah dan member pahala kepada orang yang berbuat baik.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Qodariah ?
2.      Bagaimana munculnya Qodariah ?
3.      Apa doktrin-doktrin pokok qodariah ?

C.    TUJUAN MASALAH
1.      Memahami pengertian Qodariah
2.      Memahami munculnya qodariah
3.      Mengetahui doktri-doktrin pokok qodariah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN QODARIAH
Qodariah berasal dari bahasa arab qadara, yang artinya kemampuan dan kekuatan. Menurut pengertian terminology, qodariah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi tangan Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa qodariah digunakan untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution turut menegaskan bahwa kaum qodariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qodar Tuhan.[1]
Seharusnya, sebutan qodariah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qodar telah menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Sebutan tersebut telah melekat pada aliran yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.

B.     MUNCULNYA QODARIAH
Qodariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/689 M, di pimpin oleh ma’bad al-juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan khalifah abdul malik bin marwan (685-705 M).
Munculnya qodariah dan tokoh-tokohnya merupakan dua tema yang diperdebatkan. Menurut ahmad amin, ada para ahli teologi yang mengatakan bahwa qodariah pertama dimunculkan oleh Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada hasan al-Bisri. Sementara, Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Utsman bin Affan.
Ibnu nabatah dalam kitabnya syarh Al-Uyun, seperti dikutip ahmad amin (1886-1954 M), memberi informasi lain bahwa yang pertma kali memunculkan paham qodariah adalah orang irak yang semula beragama kristen kemudian masuk islam dan kembali ke agama kristen. Dari orang inilah ma’bad dan Ghailan mengambil paham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari al-Auzai adalah Susan.
Artikel yang menjelaskan paham qodariah yang terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk khalifah abdul malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700 M. Hasan al-Basri (642-728) adalah anak seorang yang berstatus tahanan di Irak, lahir di madinnah, tetapi pada tahun 657 pergi ke Basrah dan tinggal disana sampai akhir hayatnya.
Dalam kitab Risalah ini, ia percaya bahwa manusia bebas memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk. Mereka mengatakan bahwa allah itu adil, maka allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Manusia harus bebas memilih dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik ataupun buruk. Jika allah menentukan takdir manusia dan memaksakan berlakunya, maka allah itu dzalim. Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar bebas atas perbuatannya.[2]
Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia hanyalah tergantung pada takdir allah saja, selamat atau celaka sudah ditentukan oleh takdir allah sebelumnya, maka pendapat tersebut adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan allah dan berarti menganggapnya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Jadi, firqoh qodariah menolak adanya takdir allah dan berpendapat bahwa manusia bebas merdeka menentukan perbuatannya.
Menurut Ahmad Amin ia menyatakan bahwa ma’bad Al-jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Basri. Jadi sangat mungkin paham qodariah ini mula-mula dikembangkan Hasan Basri. Dengan demikian, keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syarh Al-Uyun yang mengatakan bahwa paham qodariah berasal dari orang irak Kristen yang masuk islam kemudian kembali ke Kristen, ada kemungkinan direkayasa oleh orang yang tidak sependapat dengan paham ini, agar orang-orang tidak tertarik dengan pikiran qodariah.
Faham qodariyah segera mendapat pengikut yang cukup banyak. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Basri. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari irak yang telah masuk ke islam dan dari orang ini diambil oleh ma’bad dan Ghailan. Sebagian yang lain berpendapat bahwa paham ini muncul di Damaskus disebabkan oleh pengaruh orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah. Paham qodariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras terhadap paham qodariah :
1.      Seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat arab sebelum islam dipengaruhi oleh paham fatalis. Kehidupan bangsa arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah pada keganasan alam, panas yang menyengat, serta tanah dan gunungnya yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alasan sekelilingnya. Paham it uterus dianut meskipun mereka sudah beragama islam. Oleh karena itu, ketika paham qodariah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Paham qodariah dianggap bertentangan dengan doktrin islam.
2.      Tantangan dari pemerintah, tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan ketika itu menganut paham jabariah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan paham qodariah merupakan suatu usaha menyebarkan paham dinamis dan daya kritis rakyat, yang mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan. 

C.    DOKTRIN-DOKTRIN POKOK QODARIAH
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin qodariah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya; manusia yang melakukan, baik atas kehendak maupun kekuasaannya, dan manusia pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atau kemauan dan dayanya. Salah seorang pemuka qodariah yang lain, An-Nazzam mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa doktrin qodariah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya.
Paham takdir dalam pandangan qodariah bukan dalam pengertian takdir yang umum di pakai oleh bangsa arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan semenjak ajal terhadap dirinya. Dalam paham qodariah takdir adalah ketentuan allah yang diciptakan-Nya berlaku untuk alam semesta beserta seluruh isinya semenjak ajal, yaitu hukum yang dalam istilah al-qur’an adalah sunnatullah.
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh tuhan tidak mempunyai sirip, seperti dimiliki ikan sehingga dapat berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang berates kilogram, tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif. Demikian juga anggota tubuh lainnya dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil, maka manusia memiliki kebebasan yang sangat luas.
Dengan pemahaman seperti ini, kaum qodariah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan Tuhan. Banyak ayat al-Quran yang dapat mendukung pendapat ini, misalnya dalam surat Al-Kahfi : 29
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".
“Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya dia melihat apa yang kamu perbuat”. (QS Fushilat : 40)
“Bagaimana apabila bencana menimpa diri kamu sedang kamu telah menimpakan bencana yang berlipat ganda, sedang kamu bertanya : dari mana datangnya (kekalahan) ini ? katakanlah dari kamu sendiri.” (QS. Al-imron 164)
sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Qodariah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi tangan Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa qodariah digunakan untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Qodariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/689 M, di pimpin oleh ma’bad al-juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan khalifah abdul malik bin marwan (685-705 M).
doktrin qodariah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya.



DAFTAR PUSTAKA

Nasir, A. Sahilun, 2010, Pemikiran Kalam teologi Islam, Jakarta : RajaGrafindo Persada
Rozak, Abdul, dan Anwar Rosihon, 2012, Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia



[1] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung; Pustaka Setia, 2012) Hlm. 87-88
[2] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam Teologi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada). Hlm 139

Tidak ada komentar:

Posting Komentar